Rabu, 23 Desember 2015

Terkadang hidup itu perlu “NEKAD”

Beberapa minggu yang lalu, dalam sebuah majelis yang saya ikuti. Ada kisah menarik yang diceritakan oleh seseorang yang mengisi majelis tersebut. Cerita ini meneceritakan bagaimana kemampuan seseorang yang (sebenarnya) mampu melakukan suatu hal tetapi menjadi tak mampu karena ketidakberanian. Saya sedikit lupa detail ceritanya, tapi kurang lebih seperti ini :

Dahulu, disebuah kerajaan ada seorang raja yang mempunyai putri kerajaan yang sangat cantik. Raja tersebut sudah tua, dan dia bermaksud untuk mencarikan suami untuk sang putri agar kelak dapat meneruskan beliau sebagai raja, namun raja mengeluhkan karena menurutnya susah untuk mencari laki-laki yang pemberani dan rela berkorban untuk rakyatnya. Akhirnya di adakanlah sebuah sayembara untuk menikahi putrinya serta meeruskan tahta kerajaan. Lantas, begitu banyaklah pemuda-pemuda yang berbondong-bondong datang ke kerajaan untuk  mengikuti sayembara tersebut. Setelah itu, semua pemuda dikumpulkan di sebuah tepi kolam renang, untuk memenangkan sayembara, pemuda harus mampu melewati kolam renang dari ujung ke ujung yang kira-kira berjarak 100 m. Hanya itu saja syaratnya. Semua pemuda nampak sangat percaya diri karena dirasa sangat mudah tantangannya. Akan tetapi, sesaat akan dimulai sayembara, tiba-tiba dimasukanlah berpuluh-puluh buaya yang sangat kelaparan kedalam kolam. Sontak, pemuda-pemuda tersebut langsung menjauh dari tepi kolam, semua ketakutan dan tidak jadi ikut sayembara. Disaat semua pemuda sedang ketakutan, tiba-tiba ada seorang pemuda yang mencebur kedalam kolam. Byuuurrrrr. Semua pemuda yang di sekelilingnya lantas terperanga melihat keberanian pemuda tersebut, semua salut. Pemuda tersebut dengan sangat lincah, cepat, dan terburu-buru melewati semua buaya yang mengejarnya dan pemuda tersebut berhasil tiba di ujung kolam. Akhirnya, saat pemuda sudah naik diatas, raja pun bertepuk tangan dan memberikan ucapan selamat karena telah berhasil. Raja pun senang karena menemukan pemuda yang berani dan mau merelakan nyawanya untuk putrinya, raja yakin pemuda tersebut akan mampu membimbing rakyatnya. Saat setelah raja memberikan selamat, tiba-tiba pemuda tersebut berteriak “HEY! SIAPA TADI YANG MENDORONGKU KE KOLAM?!!!”.


Haha, jika kita fahami lagi cerita diatas, ada hikmah yang dapat kita ambil. Bahwasanya kita tak pernah tahu akan kemampuan seseorang, sering sekali kita kita tak melakukan suatu hal karena kita tak percaya pada diri sendiri, kita berfikir bahwa diri ini tak mampu melakukan suatu hal tersebut, padahal sebenarnya kita mampu namun tak ada keberanian karena mindset diri kita yang mengatakan bahwa kita tak mampu. Seperti pemuda tadi, jika dia tak didorong oleh seseorang untuk menceburkan ke kolam, mungkin dia tak akan tahu bahwa dirinya sebenarnya mampu. Bisa jadi diantara banyak pemuda tadi masih banyak yang sebenarnya mampu, tapi tak berani menunjukan kemampuannya. Untuk melakukan suatu hal, memang kita terkadang perlu ‘nekad’. Karena kita tak akan tahu kemampuan kita yang sebenarnya jika kita belum mencobanya. :) 

Kamis, 10 Desember 2015

Indahnya Berhijrah

Awal-awal aku masuk kuliah, banyak orang-orang yang mengira aku wanita yang mengerti agama. Menganggap aku adalah wanita yang baik dan lemah lembut. Mungkin mereka melihat dari caraku berpakaian yang jilbabnya lebar dan di double, selalu memakai rok, bahkan dalam olahraga yang pada umumnya memakai celana, aku masih tetap memakai rok. Tak jarang orang yang mempertanyakan kenapa aku memakai rok saat olahraga, tak sedikit pula mereka melihatku seperti melihat orang yang “islam fundalis”. Tak hanya satu dua orang yang memandangku aneh, tetapi “banyak” orang.  Kejadian seperti itu, membuat ingatanku terbawa ke masa SMA. Aku ingat betul, ada teman SMA ku dulu yang juga anak rohis, dia menurutku wanita yang tak banyak bicara dan sangat tenang, dia sangat alim menurutku. Jilbabnya panjang, di double pula, memakai celana dibalik rok seragamnya, intinya dia menjaga sekali auratnya. Dan saat itu, akulah aktor yang menganggap dia agak aneh, dulu aku mempertanyakan kenapa sih jilbabnya di double, kenapa sih harus pakai celana lagi padahal kan kaos kakinya sudah panjang, kan bikin sumpek, ya seperti itulah fikiranku saat itu. Karena aku semasa SMA adalah wanita yang anti-rok, tak ada satu pun rok yang terpajang di lemariku, terkecuali rok seragam sekolah. Jika kuceritakan, saat SMP aku belum memakai jilbab, mulai memasuki SMA aku mulai menggunakan jilbab, meskipun masih dengan sistem copot-pasang-copot-pasang. Aku dulu begitu jauh dengan Allah, jangankan membaca Al-Quran, menyentuhnya pun bisa ku hitung berapa kali. Sholatpun terkadang masih telat-telat dan ada juga yang bolong, bila ku ingat-ingat aku mulai rajin sholat ketika kelas 2 SMA menginjak semester genap.


Namun, siapa sangka... Semenjak masuk kuliah dan semenjak aku mengenal etos, aku merasa hidupku jauh berubah, sangat sangat berubah. Tentulah menuju ke arah yang lebih baik. Dari segi penampilan maupun perilaku. Dari etos, aku mulai belajar bagaimana wanita seharusnya berpakaian, bagaimana seharusnya bersikap. Jujur, awalnya aku tak langsung menerima semua itu, sungguh itu semua sangat bertolak belakang dari kebiasaanku saat SMA, aku yang dulu suka melucu dan cekikak cekikik sana sini, sekarang harus belajar meredam itu semua. Sejak awal aku sudah tau bahwa etos memang sangat memegang kokoh akhlak islami yang sesuai ajaran dalam Al-Quran. Namun, aku nekat untuk mendaftarkan diri di Etos. Ternyata Allah lebih tahu mana yang lebih baik untukku, aku mencoba dan terus mencoba melakukan apa yang menjadi aturan dalam Etos ini. Yah, awalnya memang semua ini ku lakukan karena etos, namun lambat laun aku mengerti bahwa aku yang harus menutup aurat, aku yang harus menjaga sikap, aku yang harus baik itu semua ku tujukan karena Allah, bukan etos. Sekarang aku merasa hidup ini lebih tenang dan terjaga, seandainya semua orang yang (katanya) Islam meyakini kebenaran Al-Quran, seharusnya tak ada lagi wanita-wanita yang berkeliaran tanpa kain yang menutupi auratnya, ini bukan hal siap atau ketidaksiapan hati. Yang lebih utama yaitu menaati perintah-Nya, bukan perintah diri sendiri. Seperti yang telah di firmankan Allah dalam Q.S. An-Nur : 31 yang berarti bahwa “Katakanlah kepada wanita yang beriman : ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah...............(lanjutannya di baca yah :) )”. Sudah sangat jelas hukum dalam Quran bahwa wanita memang harus menutup aurat kecuali yang biasa nampak padanya (wajah), sehingga selain itu kita harus menutupnya. Eh tu kan aku jadi ceramah, jadi intinya sih ya, kalau kita sebagai wanita yang SUDAH mengetahui hukumnya, akan sangat rugi jika tetap mengabaikannya. Sekarang bukan berarti aku mengerti banyak mengenai islam, semakin jauh aku mulai belajar akan hal-hal Islam, ternyata begitu buuanyaaaaaak yang tak ku ketahui dari agamaku sendiri, begitu malunya aku selama ini, aku menghabiskan 17 tahun hidupku dengan tanpa makna, hidayah Allah sangat luar biasa, jalan hidup setiap manusia berbeda, mungkin Allah menyadarkanku dengan menempatkan aku dalam keluarga etos ini. Dan aku baru menyadari beberapa hal, bahwa ternyata selama ini “sesuatu” yang dulu tak ku sukai, akhirnya Allah menjadikan “sesuatu” itu menjadi hal yang tak bisa kulepaskan. Dulu yang aku tak suka rok, tak suka kaos kaki, tak suka jilbab lebar, bahkan dulu aku sempat tak suka dengan etos, sekarang... aku tak bisa melepaskannya dari hidupku ini, karena sesungguhnya apa yang kita fikir baik belum tentu baik buat diri kita dan apa yang kita fikir buruk bagi kita, belum tentu sebenarnya buruk. 

Ini jalan hijrahku, bagaiamana dengan(mu)? *entah siapa “mu” itu, kurasa tak ada yang membaca postingan ini kecuali diriku, hehe biarlah ini menjadi catatanku tersendiri.